Kamis, 01 Juni 2023

tawuran

 

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: «من خرج من الطاعة، وفارق الجماعة فمات، مات مِيتَةً جاهلية، ومن قاتل تحت راية عِمِّيَّة يغضب لِعَصَبَة، أو يدعو إلى عَصَبَة، أو ينصر عَصَبَة، فقتل، فَقِتْلَة جاهلية، ومن خرج على أمتي، يضرب برها وفاجرها، ولا يَتَحَاشَى من مؤمنها، ولا يفي لذي عهد عهده، فليس مني ولست منه»،

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bahwasanya beliau bersabda, "Siapa yang keluar dari ketaatan dan meninggalkan jamaah lalu meninggal dunia, maka ia mati dalam kematian jahiliyah. Siapa yang berperang di bawah panji buta; marah karena fanatisme golongan atau menyeru kepada fanatisme golongan atau menolong karena fanatisme golongan lalu terbunuh, maka ia mati dalam kematian jahiliyah. Siapa yang memberontak kepada umatku; membunuh orang baik dan orang durhaka, tidak menahan diri dari orang beriman, dan tidak memenuhi janji yang sudah dijanjikannya, maka dia bukan bagian dariku dan aku bukan bagian darinya."   

شرح الحديث :


Makna hadis ini bahwa orang yang memisahkan diri dari jamaah yang sudah sepakat untuk patuh kepada seorang imam yang dengan keberadaannya kesatuan mereka tertata rapi, kalimat mereka bersatu, dan ia melindungi mereka dari musuh mereka, lantas ia memberontak kepada ketaatan pemimpin kaum muslimin lalu meninggal dunia dalam kondisi seperti itu, maka dia mati seperti kematian orang jahiliyah yang hidup kacau-balau tanpa ada pemimpin. Siapa yang berperang di bawah panji yang perkaranya samar, tak jelas bentuknya, seperti peperangan antara banyak kaum karena fanatisme golongan dan kesukuan; marah karena fanatisme golongan atau menyeru kepada fanatisme golongan atau menolong suatu golongan karena fanatik. Artinya dia berperang demi syahwat dirinya, menumpahkan amarahnya, dan fanatisme kepada kaumnya dan hawa nafsunya (bila ia terbunuh, maka ia mati dengan kematian jahiliyah). Siapa yang menyerang umat; membunuh orang saleh dan fasik, membunuh orang mukmin, orang kafir yang memiliki izin tinggal di negeri Islam (Zimmi) yang menetap di tempat tinggal kaum muslimin dengan imbalan membayar upeti (jizyah), dan juga tidak peduli dengan kezaliman dirinya di tempat itu, serta tidak takut akan akibat dan hukuman perbuatannya, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berlepas diri darinya. 

TintaSiyasi.com -- Sebuah video aksi tawuran pelajar SMP beredar di media sosial. Dari video tersebut terlihat para pelajar saling beradu dan mengacungkan senjata tajam. Aksi ini berlangsung di perlintasan kereta api, tepatnya di Desa Sukamantri, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi (Tribunjabar, 1/6/2022).

Tawuran lagi dan lagi. Kasus ini terus saja menjerat anak-anak muda usia belasan tahun. Pada usia belia seharusnya mereka sedang bersinar layaknya permata yang menjadi kebanggaan bangsa. Namun betapa banyak remaja harapan bangsa yang menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna bahkan bisa merusak nama baik dan masa depannya.

Problem tawuran seakan sudah menjadi budaya di Indonesia yang terus diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Pasalnya sudah puluhan tahun lamanya kasus tawuran seolah tidak pernah padam. Dari hari ke hari beritanya terus saja muncul di berbagai media massa. Tak peduli puasa ataupun hari raya, tak peduli dalam kondisi wabah pandemi tawuran tetap saja terjadi. Meski tubuh rawan terluka, nama baik dan masa depan dipertaruhkan karena bisa saja tertangkap polisi dan masuk bui. Resiko terbesar adalah kehilangan nyawa namun tidak juga membuat jera meski telah banyak korban yang berjatuhan.

Dari laman Merdeka.com (16/2/2021), menurut jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, faktor penyebab maraknya tawuran pelajar dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal antara lain:

Pertama; mengalami krisis identitas. Bisa jadi remaja atau pelajar tersebut sedang mengalami krisis identitas. Hari ini mencari sosok baik yang bisa menjadi panutan sangat langka, di mana sosok yang bisa dijadikan teladan bagi remaja akan berpengaruh pada identitasnya. Hilangnya figur baik ini menimbulkan para remaja cenderung akan menjadikan panutan yang sedang trend saat itu di lingkungan sekitarnya. Apabila yang ada di sekitarnya hadir sosok-sosok yang buruk maka berpengaruh besar para remaja ini akan meniru dan melakukan hal serupa.

Kedua; memiliki kontrol diri yang lemah. Kontrol diri yang lemah disini merujuk pada ketidakstabilan emosi, mudah marah, mudah frustasi dan kurang peka terhadap lingkungan sekitar. Sehingga ketika masalah menghampiri mereka, seolah mereka tidak siap untuk menghadapi. Akibatnya cenderung menghindari atau lari dari masalah dan lebih suka untuk menyalahkan orang lain.

Ketiga; tidak mampu menyesuaikan diri. Ketidakmampuan remaja dalam beradaptasi dengan lingkungan yang kompleks dengan berbagai keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai perubahan kehidupan yang semakin lama semakin bermacam-macam, menjadi salah satu penyebab terjadinya tawuran yang berasal dari dalam diri sendiri.

Sedangkan penyebab eksternal terjadinya tawuran di antaranya adalah:

Pertama; pengaruh media. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Research Institute of Moral Education, College of Psychology, Nanjing Normal University, Nanjing, China menunjukkan bahwa kekerasan di media dapat mempengaruhi remaja dan bisa menyebabkan mereka bertindak agresif.

Benarkah bermain video game kekerasan meningkatkan pikiran dan perilaku agresif? Meskipun terkesan samar benar tidaknya hal ini bisa mengarah pada kekerasan remaja, faktanya sebuah penelitian menemukan adanya peningkatan rasa marah serta detak jantung meningkat dan tekanan darah bagi mereka yang gemar menonton vidio game kekerasan.

Kedua; pengawasan orang tua kurang memadai. Ketika orang tua lalai dari pengawasan yang memadai untuk anak-anaknya maka perilaku anak bisa terjerumus pada aktivitas kriminal. Anak remaja masih membutuhkan pengawasan dari orang dewasa, mereka membutuhkan interaksi yang konsisten dan arahan dari orang tua agar mampu membuat pilihan yang baik dan mampu mengenali resiko buruk jika mereka salah menentukan pilihan. Jika para orang tua menjalankan peran aktif dalam kehidupan remaja dengan baik tentu itu bisa mengurangi kemungkinan kekerasan remaja.

Ketiga; tekanan teman sebaya. Seringkali remaja yang terlibat tawuran justru tidak tahu alasan yang menjadi sebab mereka tawuran. Namun mereka akan tetap ikut beraksi karena tuntutan setia kawan. Dan remaja yang baik pun bisa saja ikut dalam aksi ini ketika mereka terikat dalam sebuah kelompok yang seolah mengharuskan mereka untuk membela kelompoknya.

Keempat; komunitas dan lingkungan. Tempat tinggal remaja juga dapat berdampak pada mereka dan mengarahkan mereka untuk bertindak lebih agresif. Berkurangnya peluang ekonomi, tingkat kejahatan yang tinggi, dan lingkungan yang tidak terorganisir secara sosial. 

Sungguh memprihatinkan. Anak-anak remaja kebingungan menemukan jati diri dan seolah kehilangan arah dalam menentukan masa depannya. Mereka yang seharusnya sibuk membenahi diri dengan ilmu untuk bekal hidupnya, justru mengambil jalan menerima warisan kekerasan yang tidak menutup kemungkinan mengorbankan nyawanya. Tawuran adalah salah satu masalah remaja yang sudah lama menggelayuti negeri ini namun sampai detik ini tidak terlihat usaha serius dari pemerintah untuk memadamkan problem ini.

Mengapa kasus remaja yang melakukan tawuran terus saja terjadi? Dan sampai kapan aksi tawuran dengan senjata tajam yang meresahkan warga masyarakat dibiarkan terus terjadi dan menelan korban jiwa? Hal ini seharusnya mendorong pemerintah untuk lebih serius mencari solusi agar kasus semacamnya tidak lagi terjadi di kemudian hari.


Sekularisme Biang Terjadinya Tawuran

Jika diatas dikatakan ada faktor internal dan eksternal sebagai penyebab terjadinya tawuran, maka ada penyebab yang lebih besar sebagai biangnya penyebab maraknya tawuran yang tidak pernah ada habisnya.

Justru maraknya tawuran yang terjadi adalah dampak dari suntikan paham sekularisme yang telah menjangkiti negeri ini dan merambah ke semua elemen masyarakat. Sebuah paham yang tanpa disadari telah melekat pada setiap jiwa hingga umat Islam semakin jauh dari pemahaman Islam. Yang paling efektif untuk menyebarkan ide ini tentu melalui dunia pendidikan. Dunia pendidikan yang menjadi harapan dapat mencetak generasi yang berbudi pekerti luhur, cerdas juga sukses di masa depan pun tersistematis mengemban ide-ide sekularisme. 

Penerapan ide-ide ini dapat dilihat dari minimnya pendidikan agama bagi siswa maupun maha siswa. Hanya sekitar 2 jam saja dalam sepekan bagi yang belajar di sekolah-sekolah umum. Tidak sebanding dengan waktu yang digunakannya untuk mengkaji ilmu-ilmu umum atau melakukan aktivitas lainnya. Maka bagi yang tidak mendapatkan pendidikan agama dari dalam keluarga, aspek pembentukan kepribadian yang kuat pada akidah akan terabaikan.

Ide sekuler pada dunia pendidikan juga bisa dilihat dari tujuan pendidikan itu sendiri. Pendidikan pada negeri ini lebih berorientasi pada dunia, sementara urusan akhirat atau keagamaan cenderung diabaikan. Sehingga para alumninya akan lebih mengedepankan misi demi kesuksesan dunia dari pada misi sukses di akhirat. Bahkan demi cuan tak sedikit yang mengorbankan harga diri. Tak peduli benar salah atau halal haramnya.

Begitupun dalam peristiwa tawuran remaja atau pelajar. Karena pendidikan agama yang diterima sangat minim dan hanya sebatas pengetahuan, bukan sebagai patokan yang dijadikan pedoman dalam bertingkah laku maka akan terjebak pada fanatisme jahiliyah karena ketidakmampuannya mengendalikan gharizah baqa' atau ego, sehingga rela membela kepentingan kelompoknya secara brutal tanpa peduli standar benar atau salah.


Islam Solusi Padamkan Tawuran

Islam adalah agama yang memiliki aturan komplit dalam segala aspek tak terkecuali masalah tawuran. Sayangnya hari ini Islam hanya dianggap sebagai agama ritual saja sehingga aturannya tidak berdampak apa-apa pada kehidupan nyata. Hal ini terjadi karena Islam tidak lagi diemban dalam institusi Negara. Sebab aturan Islam hanya bisa diterapkan dalam kehidupan jika Islam dijadikan mabda dalam sebuah negara. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan Khalifah selanjutnya dengan menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai sumber hukumnya.

Pendidikan dalam Islam merupakan usaha nyata dan terstruktur secara sistematis. Semua itu untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai hamba dan Khalifah di bumi ini. Adapun tujuan pendidikan dalam Islam untuk melahirkan generasi bersyaksiyah (berkarakter atau berkepribadian) Islam, menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi dan memiliki keterampilan yang tepat guna atau berdaya guna.

Sedangkan dasar pendidikan Islam adalah akidah Islam. Dasar akidah Islam inilah yang berpengaruh dan menjadi rujukan dalam penerapan kurikulum pendidikan. Seperti sistem belajar mengajar, kualifikasi pengajar, pengembangan budaya dan interaksi semua penyelenggara pendidikan.

Pendidikan dalam Islam memadukan tiga peranan yang sangat penting untuk melahirkan generasi unggul sebagai aset negara. Di antaranya:

Pertama; keluarga. Dalam keluarga, Islam memerintahkan orang tua untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan syariat Islam yaitu dengan penuh keimanan dan ketakwaan. Sejak dini anak dipahamkan untuk mengenali dirinya sebagai hamba yang wajib taat kepada Allah SWT. Sehingga selama hidupnya akan sadar bahwa dirinya terikat dengan syariat Islam. Dengan didikan yang benar anak tidak akan kehilangan jati dirinya melainkan tumbuh sesuai fitrahnya sebagai manusia yang berkarakter kuat, mandiri dan mampu bertahan hidup dalam kondisi apapun. Mampu menyelesaikan masalah, baik masalah pribadi ataupun masalah yang terjadi dalam masyarakat berdasarkan aturan Islam.

Kedua; masyarakat. Islam memerintahkan agar masyarakat saling tolong menolong satu sama lain. Amar makruf nahi mungkar dijalankan, bukan sekedar saling mengingatkan dalam hal kebaikan namun juga aktif dalam mencegah segala kemungkaran. Sehingga tercipta suasana dalam masyarakat yang penuh dengan keimanan. Hal ini akan berdampak baik bagi remaja karena anak adalah peniru ulung, jika keluarga dan masyarakat baik maka yang ditiru hanya hal-hal yang baik. Begitupun peran pendidikan di lingkungan sekolahnya akan melahirkan generasi yang baik dari sisi kepribadian maupun penguasaan ilmu pengetahuan. Dampaknya peran remaja dapat dirasakan di tengah-tengah masyarakat, baik dalam menegakkan kebenaran maupun menerapkan ilmunya.

Ketiga; negara. Dalam hal ini, negara wajib menyediakan pendidikan berbasis akidah Islam. Maka dari lembaga pendidikan ini akan lahir generasi yang berkepribadian Islam yaitu pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan ajaran Islam. 

Demikian pendidikan dalam Islam yang telah terbukti mencetak generasi yang saleh salehah, cerdas, kuat tangguh dan paham akan ilmu agama dan dunia. Oleh karena itu jika ingin memiliki remaja sebagai generasi yang paham agama, hebat dan mampu diandalkan, solusinya hanya satu, terapkan Islam dalam setiap aspek kehidupan, tak terkecuali dalam pendidikan. Maka segala bentuk kenakalan remaja akan mampu dipadamkan oleh Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Desy Anggraeni
Sahabat TintaSiyasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar